Oleh Eddy Setyo Mudjajanto dosen Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB
PENINGKATAN kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsinya.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.
AMAN yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis, mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Salah satu makanan yang sering dikonsumsi adalah tahu.
Tahu merupakan pangan yang populer di masyarakat Indonesia walaupun asalnya dari China. kepopuleran tahu tidak hanya terbatas karena rasanya enak, tetapi juga mudah untuk membuatnya dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan serta harganya murah.
Selain itu, tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani. Hal ini bisa dilihat dari nilai NPU ( net protein utility) tahu yang mencerminkan banyaknya protein yang dapat dimanfaatkan tubuh, yaitu sekitar 65 persen, di samping mempunyai daya cerna tinggi sekitar 85-98 persen.
Oleh karena itu, tahu dapat dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat. Tahu juga mengandung zat gizi yang penting lainnya, seperti kemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup tinggi.
Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan, yaitu kandungan airnya yang tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi mikroba. Untuk memperpanjang masa simpan, kebanyakan industri tahu yang ada di Indonesia menambahkan pengawet. Bahan pengawet yang ditambahkan tidak terbatas pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak pengusaha yang nakal dengan menambahkan formalin.
Selain itu, banyak juga menambahkan pewarna methanyl yellow. Formalin dan metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 3040 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning.
Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman untuk dikonsumsi.
Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai kelebihan, yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.
Selain itu, khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Padahal, di Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah tangga, makanan masih sangat banyak menggunakan pewarna nonmakanan (pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil).
Pewarna pada tahu
Penelitian yang dilakukan oleh Mena (1994) menemukan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional Jakarta 70 persen mengandung formalin dengan kadar 4.08-85.69 ppm (part per million).
Penelitian Tresniani (2003) di Kota Tangerang menunjukkan terdapat 20 industri tahu yang terdiri dari 11 industri tahu kuning dan sembilan industri memproduksi tahu putih. Kandungan formalin tahu berkisar dari
2-666 ppm, sedangkan kandungan methanyl yellow-nya hanya terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari pasar, yaitu berkisar antara 3.41-10.25 ppm.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Melawati (2004) terhadap lima sampel tahu Sumedang yang diambil langsung dari produsen tahu yang terletak di Jalan Mayor Abdurrahman (tiga pabrik) dan Jalan 11 April (dua pabrik) semuanya menunjukkan hasil negatif atau semuanya tidak mengandung formalin. Hal ini bisa dimengerti karena produsen tidak perlu menambahkan pengawet karena tahu yang diproduksinya habis hanya dalam tempo satu hari.
Tahu kalau tidak diawetkan hanya tahan disimpan selama dua hari bila direndam dalam air sumur atau air keran yang bersih.
Beberapa cara pengawetan yang biasa dilakukan adalah:
- Tahu direbus selama 30 hari kemudian direndam dalam air yang telah dimasak, daya simpannya bisa menjadi empat hari.
- Tahu direbus, kemudian dibungkus plastik dan disimpan di lemari es, memiliki daya tahan delapan hari;
- Tahu diawetkan dengan direndam natrium benzoat 1.000 ppm selama 24 jam dapat mempertahankan kesegaran selama tiga hari pada suhu kamar;
- Tahu direndam dalam vitamin C 0,05 persen selama empat jam dapat mempertahankan tahu selama dua hari pada suhu kamar;
- Tahu direndam dalam asam sitrat 0,05 persen selama delapan jam akan segar selama dua hari pada suhu kamar.
Tips memilih tahu
Tahu yang mengandung formalin dapat ditandai dengan:
- Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin akan tercium bau protein kedelai yang khas;
- Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak berformalin jika ditekan akan hancur;
- Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan satu dua hari.
- Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika kita potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih.*